pa-sumenep.go.id – Kamis, 31 Juli 2025, Dra. Farhanah, M.H., Hakim Pengadilan Agama Sumenep, memberikan materi kepada mahasiswa dan mahasiswi STAIM di ruang pertemuan PA Sumenep. Materi yang disampaikan fokus pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Beliau menjelaskan secara detail mengenai dua jenis mediator, yaitu mediator hakim dan mediator non-hakim.
Dalam sesi diskusi, seorang mahasiswa mengajukan pertanyaan menarik mengenai perkara gaib yang belum familiar. Dra. Farhanah, M.H. menjelaskan bahwa perkara ghaib khususnya dalam konteks perceraian, di mana salah satu pihak (tergugat/termohon) tidak diketahui keberadaannya secara pasti di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sesuai dengan dasar aturan Pasal 27 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Tergugat/Termohon yang tidak diketahui alamatnya dalam perkara perceraian, pemanggilannya dapat dilakukan dengan menempelkan gugatan atau permohonan pada papan pengumuman pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lain yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan. Dalam kasus seperti itu, proses hukum tetap dilanjutkan dengan prosedur tertentu sesuai ketentuan hukum acara.



Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas pemahaman mahasiswa terkait peran pengadilan agama dalam menyelesaikan berbagai jenis perkara yang ditangani. Selain itu, mahasiswa juga diperkenalkan pada pentingnya peran mediator dalam mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang mengedepankan prinsip-prinsip seperti itikad baik (good faith), sukarela (voluntary), kerahasiaan (confidentiality), keadilan dan win-win solution, dan netralitas pihak ketiga. Dengan pengalaman langsung dari seorang hakim, peserta mendapatkan gambaran nyata tentang praktik hukum di peradilan.
Baca juga : Sinergi PA Sumenep dengan BSI sebagai Fondasi Layanan Peradilan Syariah
“Melalui kegiatan ini, saya berharap mahasiswa tidak hanya menguasai teori hukum semata, tetapi juga mampu memahami dinamika praktik peradilan agama secara holistik. Hal ini mencakup pemahaman terhadap mekanisme mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa serta kompleksitas perkara yang bersifat nonkonvensional, seperti perkara gaib. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan lebih siap menghadapi tantangan hukum yang berkembang di tengah masyarakat.”