Panggung Ganda Perempuan di Peradilan: Dari Kehidupan Pribadi Menuju Pengabdian Publik
Oleh: Dewy Arifah
Pendahuluan
Perempuan di dunia peradilan memainkan peran yang unik sekaligus kompleks. Mereka tidak hanya hadir sebagai pengelola ranah domestik—sebagai ibu, istri, dan anggota keluarga—melainkan juga tampil sebagai penegak hukum dan aparatur negara di ranah publik. Fenomena peran ganda ini mencerminkan evolusi sosial masyarakat Indonesia yang semakin inklusif dan terbuka terhadap kontribusi perempuan di berbagai sektor, termasuk dalam bidang hokum
Keterlibatan perempuan di peradilan menandai babak baru dalam pembangunan hukum nasional. Jika dulu ruang hukum didominasi laki-laki, kini perempuan mulai menorehkan jejak yang signifikan. Artikel ini akan mengulas secara rinci bagaimana perempuan menyeimbangkan tanggung jawab pribadi dan profesional, tantangan yang dihadapi, serta kontribusi mereka dalam mengukuhkan peradilan yang berintegritas. Data statistik dan fakta terbaru dari Mahkamah Agung dan lembaga lainnya turut menjadi pijakan penting dalam pembahasan ini.
Pembahasan
1. Peran Ganda dan Kekuatan Emosional Perempuan di Meja Hijau
Perempuan dalam peradilan membawa perspektif yang berbeda dari kolega laki-laki mereka. Kehadiran mereka tidak hanya memperkuat representasi gender, tetapi juga menghadirkan nuansa keadilan yang lebih humanis dan empatik. Dalam praktik peradilan, empati dan kepekaan sosial menjadi modal penting, terutama ketika menangani perkara-perkara yang menyangkut perempuan, anak, atau keluarga.
Menurut pemberitaan MariNews dan Kompas, banyak hakim perempuan yang menampilkan pendekatan keadilan restoratif serta kepekaan dalam memutus perkara yang berdampak langsung terhadap aspek sosial masyarakat.
2. Statistik Hakim Perempuan di Indonesia (2023–2024)
Data terbaru menunjukkan keterlibatan perempuan dalam dunia peradilan semakin meningkat. Pada tahun 2024, dari 7.689 hakim di seluruh Indonesia, sebanyak 2.230 adalah perempuan, atau sekitar 29% dari total hakim. Sementara itu, pada tahun 2023, jumlahnya mencapai 2.211 hakim perempuan dari 7.729 total hakim. Perbandingan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah dan proporsi keterlibatan perempuan meski relatif tipis.

Gambar 1. Tren proporsi hakim perempuan di Indonesia periode 2020–2024.

Gambar 2. Perbandingan jumlah hakim perempuan dan laki-laki di Indonesia tahun
2024.
3. Keterwakilan dalam Jabatan Strategis
Meski jumlah hakim perempuan cukup signifikan, keterwakilan mereka dalam jabatan strategis masih terbatas. Data mencatat bahwa dari 42 Hakim Agung, hanya 7 perempuan yang menjabat (≈16,7%). Sumber lain mencatat 8 hakim agung perempuan dari 45 total atau sekitar 17,7%. Jika dibandingkan dengan tahun 2020, proporsi hakim perempuan mencapai 28,27% dari total hakim.
4. Kepemimpinan Perempuan dalam Peradilan
Selain menjadi hakim, keterlibatan perempuan juga terlihat dalam posisi pimpinan pengadilan. Dari 1.741 pimpinan pengadilan di seluruh Indonesia, hanya sekitar 23,29% yang dijabat oleh perempuan. Secara lebih rinci: Ketua Pengadilan Tingkat Banding perempuan hanya sekitar 6% (2 dari 34 orang). Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Banding perempuan hanya sekitar 21% (6 dari 28 orang). Untuk Pengadilan Negeri, ketua perempuan mencapai 24% (85 dari 357), sedangkan wakil ketua perempuan mencapai 29% (88 dari 301).
5. Inisiatif dan Tantangan Pemberdayaan
Untuk memperkuat peran perempuan, pada Januari 2024 dideklarasikan Badan
Perhimpunan Hakim Perempuan Indonesia (BPHPI). Organisasi ini bertujuan
memperjuangkan posisi strategis bagi perempuan di lembaga peradilan, memperkuat solidaritas antar-hakim perempuan, serta mendorong kebijakan yang lebih inklusif. BPHPI menargetkan peningkatan porsi hakim perempuan di posisi pimpinan dari 24% menjadi 29%, sesuai dengan rasio keseluruhan jumlah hakim perempuan di peradilan.
Penutup
Data dan fakta yang dipaparkan menunjukkan bahwa kontribusi perempuan dalam peradilan Indonesia semakin nyata, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan proporsi sekitar 29% hakim perempuan pada 2024, peradilan Indonesia telah bergeser menuju institusi yang lebih inklusif. Namun, tantangan besar masih tersisa, terutama dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di posisi strategis. Inisiatif seperti BPHPI dan kebijakan afirmatif diharapkan dapat memperkuat posisi perempuan dalam struktur peradilan. Dengan demikian, panggung ganda perempuan bukanlah beban, melainkan wujud pengabdian yang meneguhkan keadilan, integritas, dan kemanusiaan.
Daftar Pustaka
Mahkamah Agung RI. (2024). Distribusi Hakim Perempuan dan Laki-laki (Data resmi
MA)
Kompas. 2025. “Kepemimpinan Hakim Perempuan”. (Online). https://www.kompas.id/artikel/kepemimpinan-hakim-perempuan, diakses Tanggal
26 Agustus 2025
Hukumonline. 2025. “Meningkatkan Kualitas Peradilan Melalui Pemberdayaan Hakim Perempuan”. (online). https://www.hukumonline.com/berita/a/meningkatkan– kualitas-peradilan-melalui-pemberdayaan-hakim-perempuan- lt67cee9db80c95/?utm_source=chatgpt.com, diakses Tanggal 26 Agustus 2025.
Komnas Perempuan. (2020). Siaran Pers Hari Kehakiman Nasional & Data BPS.
DetikNews. 2024. “BPHPI Targetkan 29% Hakim Perempuan Jadi Pimpinan Badan Peradilan”. (Online). https://news.detik.com/berita/d-7138931/bphpi-targetkan-29- hakim-perempuan-jadi-pimpinan-badan-peradilan, diakses Tanggal 26 Agustus 2025